Cegah Difteri Dengan Imunisasi Lengkap

Flyer Lengkapi dan Kenali Jenis-Jenis Imunisasi Pada Anak
Flyer Lengkapi dan Kenali Jenis-Jenis Imunisasi Pada Anak

(BANDA ACEH) -- Faktor apa saja yang dominan menyebabkan kasus difteri di Aceh tinggi?

Menurut dr. Dita Ramadonna, MSc, faktor utama yang menyebabkan banyaknya kasus penyakit difteri adalah karena banyak anak tidak mendapat imunisasi difteri secara lengkap.

“Sesuai program imunisasi gratis dari pemerintah, setiap anak seharusnya mendapatkan imunisasi difteri sebanyak empat kali di bawah usia dua tahun, dan tiga kali ketika SD,” kata Health Officer, UNICEF Aceh Field Office ini.

Penelitian menunjukkan, kata dr. Dita, bahwa kekebalan yang didapatkan setelah imunisasi difteri lengkap adalah seumur hidup.

Dokter lulusan Fakultas Kedokteran USU ini mengatakan, biasanya Jika terjadi kasus dilteri petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk “contact tracing', dengan cara interview kontak dan pemeriksaan sampel swab tenggorokan.

Nah, menurut Dita, banyak masyarakat yang masih enggan melakukan 'contact tracing' sehingga bisa saja ada banyak carrier' (orang yang terinfeksi, tapi tidak bergejala) yang merasa sehat. Namun sebenarnya, ia dapat menularkan kuman diteri dan menyebabkan sakit bahkan kematian pada orang lain.

Selain itu, jika ada kasus difteri maka harus segera dilakukan outbreak response immunization (ORI), yaitu memberikan imunisasi difteri secara massal pada wilayah terdampak, tergantung dari luasnya penyebaran kasus difteri.

“Ini juga menjadi hambatan dalam penanggulangan difteri karena banyak masyarakat (orang tua) yang menolak imunisasi, sehingga kasus difteri menjadi semakin tidak terbendung,” kata Dita.

Lalu, apakah tingkat kesadaran masyarakat Aceh pada umumnya tinggi untuk mendorong imunisasi dasar bagi bayinya?

“Jika Kita lihat angka cakupan imunisasi di Aceh, sebenarnya ada sedikit peningkatan pada tahun 2022 ini. Artinya, ada perbaikan dalam kesadaran orang tua untuk memberikan imunisasi. Namun,iru masih perlu ditingkatkan karena masih ada sekitar 5095 dari bayi di Aceh yang tidak mendapat imunisasi sama sekali (zero-dose children). Mereka ini rentan terkena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan komplikasinya,” terang Dita.

Seharusnya, lanjut Dita, edukasi imunisasi diberikan sejak calon pasangan orang tua masih menjadi calon pengantin, lalu saat hamil, dan saat setelah mempunyai anak.

Lebih jauh dari itu, edukasi mengenai prinsip kekebalan juga perlu diajarkan dalam program pendidikan di sekolah.

Dita mengatakan, pencegahan yang utama tentunya dengan memberikan imunisasi difteri secara lengkap. Empat kali semasa baduta dan tiga kali semasa SD. Untuk anak di bawah 5 tahun, jika ada anak yang belum lengkap imunisasinya, masih bisa dilengkapi.

“Lebih baik terlambat daripada tidak ada imunisasi sama sekali,” jelas dr. Dita.

Untuk anak SD, lanjutnya, imunisasi difteri diberikan di kelas 1, 2, dan 5 SD. Jika belum mendapatkan, bisa mendatangi puskesmas untuk diimunisasi.

Imunisasi yang diberikan gratis dan diproduksi di dalam negeri, yakni di PT Biofarma, yang juga mengekspor vaksin difteri ke seluruh dunia.

“Jadi, jika anak-anak di negara lain memakai vaksin difteri buatan Indonesia, mengapa kita di dalam negeri harus ragu dengan kualitasnya”, tukas Dita.

Selain itu, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti sering cuci tangan pakai sabun, dan tidak pergi sekolah ketika anak sakit, menjadi cara-cara tambahan untuk mencegah penyebaran difteri.

Pengobatan difteri harus segera dilakukan di rumah sakit. Semakin cepat diobati semakin baik karena racun yang dikeluarkan kuman difteri sangat cepat menyebabkan perburukan bahkan kematian.

Di Aceh sendiri, kata Dita, terjadi kematian akibat diften dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mencegah ditteri dengan memberikan imunisasi secara lengkap kepada buah hati kita daripada kita harus mengobati ketika penyakit itu timbul penyakit dengan segala komplikasinya.

👁 2630 kali

Berita Terkait