(BANDA ACEH) -- Selain Campak, difteri juga menjadi salah satu permasalahan yang cukup serius di Aceh. Banyaknya temuan kasus penyakit akibat wabah difteri ini bahkan membuat Aceh pada awal 2023 masuk dalam daftar daerah berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus difteri.
Untuk diketahui, difteri merupakan penyakit menular yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat mempengaruhi kulit. Penularannya bisa melalui batuk, bersin, atau luka-luka terbuka.
Difteri tidak hanya menjangkiti anak-anak saja, tetapi juga bisa menyerang orang-orang dewasa. Disebabkan oleh bakteri Corynebac terium diphtheriae, orang yang terjangkit ini bisa bertsiko mengalami infeksi serius, komplikasi dan berpotensi mengancam nyawa.
Oleh sebab itu, penyakit difteri tergolong penyakit iyang bisa berakibat fatal yang membutuhkan penanganan segera. Satu-satunya pencegahan difteri yang paling afektif adalah mendapatkan vaksinasi difteni.
Di Indonesia, vaksin diften adalah salah satu vaksinasi wajib yang diberikan untuk balita ketika melakukan imunisasi. Namun sayang, tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi masih rendah.
Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga April 2023, belum ada provinsi yang mampu mencapai target pemberian imunisasi lengkap untuk bayi berusia 0-11 bulan untuk trimester pertama. Bahkan, ada lima provinsi yang capaiannya masih di bawah 1 persen dari target nasional 33,3 persen. Salah satunya Provinsi Aceh.
Ayu Marzuki, Pj Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Aceh yang juga ikut membantu Pemerintah Aceh dalam hal penanganan masalah kesehatan mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat angka imunisasi masyarakat Aceh menjadi rendah.
Dan sejumlah pengalamannya terjun ke daerah, menurut dia, alasan rendahnya imunisasi di Aceh tidak lain karena kesadaran dari masyarakat yang masih rendah.
“Banyak sekali (penyebabnya). Mulai dari isu haram, kemudian dilarang suami," ujarnya yang ditemui seusai acara peluncuran sekolah pranikah yang digagas oleh timnya di Anjong Mon Mata, Kompleks Pendopo Gubemur Aceh, Banda Aceh, Sabtu (9/12/2023).
Selain itu, faktor reaksi usai mendapat imunisasi juga menjadi alasan masyarakat enggan membawa anaknya untuk mendapatkan vaksinasi. Oleh sebab itu, persoalan imunisasi ini menurutnya merupakan PR berat dan besar.
Bukan hanya dari tim kesehatan saja, tapi dibutuhkan semua pihak untuk bisa mengampanyekan imunisasi pada anak untuk mencegah risiko penyakit yang tidak diinginkan, termasuk difteri.
"Edukasinya tidak hanya dari tim kesehatan, tapi juga harusnya dari pihak sekolah,” ujar Ayu.
Tim PKK Aceh sendiri, lanjut Ayu, dalam aksinya di daerah juga meminta pihak sekolah untuk bisa bekerja sama dalam penanangan masalah kesehatan ini. Seperti melakukan pendekatan yang lebih dengan orang tua wali murid untuk meyakinkan mereka tentang pentingnya imunisasi.
👁 728 kali