(Banda Aceh, 28/04/2020).| Pusat Riset Bencana Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) sebagai bagian dari Satgas Covid-19 Universitas Syiah Kuala, Selasa (28/4/2020) menyelenggarakan seminar online “Menjaga Aceh dari Covid 19: Pandangan Cendekiawan Muslim dan Kebijakan Pemerintah.” Kegiatan ini menghadirkan pemateri Tgk. H. Faisal Ali (Wakil Ketua MPU Aceh), dr. Ichsan, M.Sc (Peneliti TDMRC/Dosen Unsyiah), dan dr. Hanif (Kepala Dinas Kesehatan Aceh).
Dalam pemaparannya, Ichsan mengatakan perlu usaha bersama untuk memutuskan rantai penularan covid-19. Penyelesaian ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga harus diselesaikan lintas sektoral dan kolaborasi antar pihak. Terlebih saat ini arus mudik lebaran telah mulai. Dibutuhkan kehati-hatian serta sikap waspada, sehingga pandemi ini tidak semakin menyebar luas di Aceh.
“Dari segi epidemiologis, penyakit ini sangat berbahaya sebab penyebarannya begitu cepat. Kepatuhan masyarakat menjadi sangat penting untuk menekan penyebaran virus covid-19,” ujar Ichsan.
Penyebaran virus hingga ke penjuru dunia juga telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia. Setelah pandemi ini usai lanjut Ichsan, akan lahir kehidupan baru dengan kebiasaan baru. Kebiasaan baru ini secara tidak langsung telah terbentuk akibat merebaknya virus ini.
“Kita tidak akan kembali ke kehidupan normal, tetapi akan menuju kehidupan normal yang baru. Hidup akan berubah, seperti pertemuan yang dilakukan secara online atau terciptanya robot yang tidak menyentuh pasien.”
Hal senada juga disampaikan dr. Hanif yang juga Ketua Penanganan Kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Aceh. Ia mengatakan pencegahan dan pengendalian harus menjadi prioritas, terlebih saat ini belum ada vaksin yang mampu mencegah infeksi human coronavirus. Dibutuhkan kesadaran untuk rutin mencuci tangan dengan air atau handsanitizer, menghindari menyentuh mata, hidung, atau mulut, menggunakan masker, dan menjaga jarak.
“Setiap individu harus menghindari kontak erat terutama dengan mereka yang positif. Termasuk juga mereka yang baru pulang dari zona merah, dianjurkan untuk mengisolasi diri dan tidak berinteraksi dengan orang lain.”
Sementara itu, Faisal Ali berharap pemerintah dapat menetapkan status daerah jika terjadi perkembangan terbaru. Penetapan status ini menurutnya menjadi penting sebab terkait dengan tata cara pelaksanaan ibadah. Jika covid 19 semakin mewabah besar, maka tata cara pelaksanaan ibadah dapat dilakukan layaknya di Jakarta.
Ia menilai saat ini di Aceh, antara kehidupan sosial dan penerapan konteks peribadatan tidak sejalan, seperti pelaksanaan jarak satu meter dalam saf salat. Hal ini dikarenakan belum ada penetapan status yang jelas dari pemerintah.
“Pelaksanaan ibadah akan mengikuti bagaimana pemerintah menetapkan kondisi daerah, sebab darurat ada spesifikasi, ada ketentuannya.” ujar Faisal Ali.
Walau demikian, ia menilai covid-19 di Aceh masih dalam kondisi terkendali. Ibadah masih dapat dilakukan seperti biasa, dengan tidak menafikan penggunaan masker sebagai upaya pencegahan. Ia juga berharap jalur masuk ke Aceh dapat diperketat. Sebab hampir semua kasus positif di Aceh berasal dari daerah merah di luar Aceh.
“Kita berharap jangan ada lagi penambahan kasus covid-19 dan berdoa semoga Allah dapat menghilangkan wabah ini di Aceh,” pungkasnya.
Kegiatan seminar ini berlangsung tiga jam yang diikuti ratusan peserta dari berbagai latar belakang dan instansi.
👁 532 kali