BANDA ACEH - Selain Campak, Kasus difteri dan Pertusis juga sebanyak semakin banyak ditemukan di Provinsi Aceh. Saat ini, Campak, Difteri dan Pertusis juga ikut tergolong dalam kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) di Aceh.
Wakil Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aceh, dr Aslinar mengatakan, hampir setiap tahun di Indonesia terdampak wabah penyakit itu, termasuk Aceh.
Bahkan sejak 2017, kasus difteri banyak ditemukan dengan angka kematian cukup tinggi.
"Campak juga banyak sekali di Aceh sampai sekarang, namun dianggap biasa. Dalam kurun waktu satu pekan bisa mencapai 100 kasus," katanya kepada wartawan, Kamis (19/1).
Lebih lanjut Aslinar mengatakan, selain menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), imunisasi merupakan cara pencegahan yang paling mudah dan ampuh untuk menanggulangi KLB tersebut.
Sementara itu, Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Aceh, Cut Efri Maizar, mengharapkan masyarakat agar lebih peka terhadap bahaya KLB difteri.
“Karena potensi penularannya yang sangat besar, bisa hanya dengan melalui percikan air liur saja,” tuturnya.
Cut Efri menambahkan, bagi orang yang sudah terkontaminasi kuman difteri tersebut kemudian dapat menjadi carrier (tanpa gejala), serta akan terus berkelanjutan menularkan kepada orang lain lagi. Ia menyebutkan jika kuman penyebab difteri bisa bertahan hingga 6 bulan dalam tubuh orang yang menjadi carrier dan dia tidak sadar akan terus menularkan kepada orang yang ada disekitarnya.
"Aceh tidak akan bebas dari ancaman KLB tersebut, jika tingkat imunisasi saat ini masih kita pertahankan dengan kondisi yang sangat rendah," imbuhnya.
12 Provinsi ditetapkan KLB Campak
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebut ada 12 provinsi yang menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus campak. “Ada 12 provinsi yang menetapkan status KLB,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi pada, Kamis (19/1/2023).
la menyampaikan, kasus campak telah dilaporkan ada di 31 provinsi.
“Ada 3.341 kasus di tahun 2022 yang dilaporkan di 223 kabupaten atau kota dari 31 provinsi,” ungkap dia.
Saat ini, kasus Ccampak tak hanya menyerang usia anak dan balita saja, namun Juga segala usia. “Dan campak ini harus diwaspadai semua umur ya,” tuturnya.
Hingga saat Ini, belum ada satupun pengobatan yang ditemukan yang dapat mematikan virus Rubella yang masuk ke dalam tubuh seseorang.
Tidak ada satupun orang tua yang menginginkan anaknya menderita suatu penyakit atau mengalami kecacatan permanen seumur hidupnya.
Untuk itu, imunisasi merupakan langkah pencegahan, sekaligus perlindungan bagi anak anak dari penyakit berbahaya. Dilansir dari Kemenkes, campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan sangat mudah menular (ditularkan melalui batuk dan bersin).
Gejala penyakit campak adalah demam tinggi, bercak kemerahan pada kulit (rash) disertai dengan batuk dan/ atau pilek dan/atau konjungtivitis yang dapat berujung pada komplikasi berupa pneumonia, diare, meningitis dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Penyakit campak atau rubella bisa menyerang siapa saja baik lelaki maupun perempuan.
Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Anggraini Alam, SpA (K), mengungkapkan telah terjadi pelonjakan kasus suspek campak hingga 32 kali lipat. Peningkatan hingga 32 kali lipat berdasarkan pemantauan di minggu pertama hingga minggu ke-52 di tahun 2022 dibandingkan periode yang sama tahun 2021.
Hal ini ditengarai karena cakupan vaksinasi Campak yang terus menurun.
“Semakin banyak yang tidak divaksinasi, semakin rentan risiko terinfeksi. Kekebalan pada infeksi juga bisa 'lupa' karena tidak melanjutkan vaksinasi, atau dinamakan Immunological amnesia.
Bahkan pada 2021 ada 132 kasus suspek dan di 2022 ada 3.341 kasus,” ujar dr Anggraini.
Selain itu. masyarakat dinilai sudah menganggap infeksi campak sudah hilang. Sejak 2015 cakupan vaksinasi terus menurun hingga 2021 meryusut drastis, salah satunya efek pandemi Covid-19.
👁 4016 kali