Telinga, Investasi Yang Harus Kita Jaga Untuk Masa Depan Yang Lebih Baik

Talkshow di Televisi
Talkshow di Televisi

(Banda Aceh, 27/02) -- Telinga adalah Investasi yang harus kita jaga untuk masa depan yang lebih baik. WHO mengharapkan agar kita lebih punya kesadaran untuk mencegah ketulian dan gangguan pendengaran, serta turut mempromosikan perawatan telinga dan pendengaran diseluruh dunia. Hal diatas diungkapkan oleh dr. Lily Setiani, Sp.THTBKL, Subsp.LF(K) yang saat ini menjabat Ketua Komda PGPKT Prov. Aceh, saat talkshow/dialog interaktif yang ditayangkan stasiun Aceh TV pada (Sabtu, 26/02) di Banda Aceh.

Talkshow Interaktif yang mengusung tema Waspada Derita Panjang Akibat Tuli Saraf ini merupakan rangkaian peringatan Hari Pendengaran Sedunia (World Hearing Day) yang jatuh pada 3 Maret mendatang. Selain Lily, di Studio Aceh TV juga hadir dr. Azwar Abdullah, Sp.THTBKL yang saat ini menjabat Ketua Perhati-BKL Aceh & Ketua Komda PGPKT Kota Banda Aceh.

Peringatan Hari Pendengaran Sedunia ini, untuk Aceh puncak perayaannya akan dilaksanakan di Kota Sabang. Ada sejumlah kegiatan yang digelar untuk memeriahkan acara ini, diantaranya adalah penyuluhan kesehatan THT, talkshow/dialog interaktif di televisi, kunjungan ke sekolah, dan ada juga penyuluhan ke masyarakat, baik melalui televisi maupun melalui radio.

Kegiatan lain yang akan dilakukan berupa screening gangguan dengar pada anak sekolah dan juga kegiatan bersih-bersih telinga pada anak-anak sekolah dasar.

Menurut Lily, angka gangguan pendengaran di dunia saat ini cukup tinggi. Menurutnya, banyak penyebab dari gangguan pendengaran ini yang sebenarnya bisa dicegah. Dalam paparannya ia merinci beberapa penyebab gangguan pendengaran tersebut dan mengajak pemirsa untuk memahami penyebab dan cara pencegahannya.

"Penyebab pertama adalah karena infeksi, yang sebenarnya bisa kita cegah. Penyebab kedua adalah tuli sejak lahir. Tuli sejak lahir ini pencetusnya diantaranya adalah kebiasaan ibu yang mengkonsumsi obat tanpa melalui resep dokter saat hamil. Ada beberapa jenis obat tertentu yang bersifat racun bagi telinga", ujar Lily memberi penjelasan.

Selanjutnya tuli akibat bising. Bising adalah polusi suara yang mengganggu dan sudah tidak nyaman pada indera pendengaran kita, banyak penyebabnya, seperti bising yang ditimbulkan akibat pekerjaan, misalnya gangguan bising yang diterima secara konstan dan berulang oleh para pekerja pabrik, para pekerja ditempat pusat permainan/game anak-anak.

Contoh lainnya adalah bising akibat polusi suara dijalanan yang setiap hari dihadapi oleh polisi lalu lintas, atau pada pertunjukan musik yang menyetel suara yang sangat kuat.

"Dalam kontek Aceh, kebisingan sering kali terjadi pada musik yang diputar pada acara hajatan atau pesta perkawinan, biasanya ada musik yang volumenya terlalu keras yang diperdengarkan satu hari penuh saat pesta perkawinan", paparnya lagi.

Penyebab ketulian selanjutnya yang bisa dicegah adalah serumen atau kotoran telinga.

"Jika kotoran telinga sudah cukup banyak ini juga bisa mengganggu pendengaran juga yang sebenarnya bisa kita cegah dengan rajin merawat/menjaga kebersihan telinga dan rutin memeriksakan kesehatan telinga setiap 6 bulan sekali ke dokter THT", himbaunya.

Serumen/kotoran telinga yang tidak dibersihkan ada kaitannya dengan capaian prestasi anak disekolah. Jika anak kurang baik pendengarannya, maka kemampuannya dalam menyerap pelajaran akan berkurang, dan ini akan sangat berpengaruh pada prestasi anak di sekolah.

Sementara itu, dr. Azwar Abdullah, menyorot masalah maraknya penggunaan gadget, terutama para remaja dimasa pandemi Covid-19 sekarang ini. Menurutnya dimasa Covid-19 ini, banyak aktifitas, baik proses belajar mengajar dan pertemuan yang dilakukan secara daring melalui zoom. Imbasnya masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu dengan menggunakaan laptop/gadget dan headset/earphone.

"Akibat ketidaktahuan akan penggunaan volume dan membatasi waktu penggunaan headset/earphone. Sebagian objek yang diteliti terpapar dalam waktu yang lama atau volume yang besar/melebihi batas yang diperbolehkan sehingga bisa berakibat pada tuli saraf", paparnya.

Azwar menambahkan bahwa infeksi Covid-19, juga bisa mengganggu dan menyebabkan tuli saraf.

Didunia saat ini ada 466 juta jiwa orang yang mengalami gangguan dengar. Dari angka itu 97 persen gangguan dengar itu terjadi pada orang dewasa dan hanya 3 persen kasus terjadi pada anak dibawah 2 tahun.

Di Indonesia sendiri, menurut Riset Kesehatan Dasar, diperkirakan ada sekitar 2,5 Persen dari populasi. Berdasarkan angka ini Azwar memprediksi di Aceh angka ini juga cukup banyak. Data kunjungan RSUDZA tahun 2020 mencatat ada 297 pasien yang terdeteksi mengalami gangguan dengar tuli saraf (tuli permanen) yang akan diderita seumur hidup.

Menurut dokter spesialis THT yang sering turun ke daerah-daerah terpencil ini, menjaga kesehatan telinga dan kepala ini sebenarnya bukan hanya menjadi tugas rutin dari seorang dokter saja.

Kepolisian juga memberikan himbauan dan bahkan memberikan sanksi agar orang selalu menggunakan helm. Tujuannya apa? Tak lain dan tak bukan adalah untuk melindungi kepala dan telinga. Azwar menegaskan bahwa memakai helm sebenarnya bukan hanya ditujukan untuk melindungi kepala saja, tapi juga untuk melindungi semua indera yang ada dikepala.

Selain itu, penting juga diberikan pemahaman akan makan makanan sehat yang bergizi seimbang, dan menghindari rokok.

"Rokok juga pencetus kanker. Kanker itu ada yang ganas dan ada yang jinak. Jika kankernya ganas, itu ada yang sampai ke area otak. Kalau diarea otak itu mengenai pusat pendengaran, maka akan menyebabkan gangguan dengar. Jadi dilarang merokok itu bukan untuk menghindari kesehatan paru-paru saja. Tapi bisa juga menyebabkan tumor di otak, dan berimbas kepada gangguan pendengaran juga", sebut Azwar memberi penjelasan.

Azwar menegaskan jika gangguan telinga ini sebenarnya bisa dicegah, salah satunya dengan lebih banyak memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan telinga. "Edukasi itu, yang terus menerus dan berkelanjutan", ujarnya.

Selain itu ia memandang perlu peningkatan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik dan juga kepedulian pemerintah daerah untuk deteksi dini kasus dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada penderita. Ia juga berharap agar pemerintah bisa memfasilitasi mereka untuk mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan yang lebih baik. (C.A.L).

👁 1107 kali

Berita Terkait