Dinkes Aceh Gencarkan Edukasi Bahaya Leptospirosis, Penyakit Serius yang Ditularkan Tikus

Tangkapan layar youtube RRI Lhokseumawe, Etomolog Kesehatan Seksi P2PM Dinas Kesehatan Aceh, Riski Muhammad (kiri) Saat dialog di RRI Lhokseumawe, Kamis (7/8/2025).
Tangkapan layar youtube RRI Lhokseumawe, Etomolog Kesehatan Seksi P2PM Dinas Kesehatan Aceh, Riski Muhammad (kiri) Saat dialog di RRI Lhokseumawe, Kamis (7/8/2025).

BANDA ACEH — Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh terus mengintensifkan upaya promosi kesehatan guna meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya penyakit leptospirosis, yakni infeksi bakteri yang ditularkan melalui urine tikus. Kegiatan edukasi termasuk pemasangan banner dan edukasi secara langsung di fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas, sehingga warga diharapkan lebih memahami bahaya penyakit yang ditularkan oleh tikus ini.

“Masih banyak tenaga kesehatan maupun masyarakat yang belum memahami penyakit leptospirosis. Ini penyakit serius yang bisa menyebabkan kematian, yang menular melalui air atau tanah yang telah terkontaminasi urine tikus,” ujar Riski Muhammad, Entomolog Kesehatan Seksi P2PM Dinas Kesehatan Aceh, dalam dialog di RRI Lhokseumawe, Kamis (7/8/2025).

Riski menjelaskan bahwa infeksi leptospirosis terjadi ketika manusia melakukan kontak dengan lingkungan tercemar, terutama melalui luka terbuka atau berjalan tanpa alas kaki di genangan air yang terpapar urine tikus. “Bakteri ini bisa masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan dampak yang serius hingga gagal ginjal,” jelasnya.

Tak hanya itu, Riski juga mengingatkan bahwa tikus juga bisa menjadi vektor penyakit lain, seperti pes, yang ditularkan melalui kutunya. Dalam hal penegakan diagnosa terhadap pasien, Leptospirosis sendiri kerap disalahartikan sebagai demam berdarah (DBD) karena gejalanya yang mirip, seperti gejala demam tinggi dan adanya  penurunan trombosit pada penderita. Hal ini membuat diagnosis sering kali tidak tepat, jelas Riski, dalam dialog yang disiarkan langsung oleh kanal YouTube RRI Lhokseumawe tersebut.

Sebagai langkah deteksi dini, Dinkes Aceh sendiri terus bekerja sama lintas sektor untuk memperluas edukasi kepada masyarakat. Salah satu kunci pencegahan adalah menjaga kebersihan lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan ke saluran air. Dinkes juga menjalin kerjasama dengan laboratorium Kesehatan Masyarakat dan melakukan surveilans untuk memantau keberadaan bakteri leptospira, salah satunya dengan menguji keberadaan bakteri tersebut dari tikus-tikus yang berhasil di tangkap di pemukiman warga.

Sementara itu, Ketua Tim Kerja Surveilans Penyakit dan KLB Laboratorium Kesehatan Masyarakat Medan, Kementerian Kesehatan RI, Hadi Kurniawan, menekankan pentingnya pemeriksaan laboratorium untuk memastikan keberadaan bakteri leptospira. Ia menyebut bahwa saat ini sudah tersedia metode PCR (Polymerase Chain Reaction) yang lebih akurat untuk mendeteksi keberadaan DNA bakteri, baik dari darah, urine, maupun dari ginjal tikus.

"Jadi untuk pemeriksaan keberadaan bakteri Leptospira ini kita menggunakan menggunakan metode PCR. Jika ditemukan keberadaan bakteria Leptospira di dalam tubuh tikus, artinya tikus tersebut positif mengandung bakteri leptospira dan berpeluang untuk menularkan ke manusia selama faktor-faktor resiko penularan ada, maka ada kemungkinan tertular ke manusia. Faktor-faktor resiko tersebut seperti air tergenang dan terjadi kontak dengan manusia", jelas Hardi

Pemeriksaan PCR sudah tersedia di hampir seluruh laboratorium-laboratorium yang ada di setiap provinsi. Ini memudahkan dalam memastikan apakah hewan tikus tadi berpotensi membawa bakteri leptospira.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa wilayah Lhokseumawe menjadi salah satu daerah sentinel yang dipantau secara khusus selama tiga tahun. Pemeriksaan rutin dilakukan setiap tahun untuk memetakan perkembangan kasus leptospirosis di wilayah tersebut.

Hadi mengajak masyarakat untuk aktif mencegah penyebaran penyakit dengan menekan populasi tikus.

“Tikus itu hewan urban. Di mana ada manusia, biasanya ada tikus. Jika kita membiarkan lingkungan kotor dan membuang sisa makanan sembarangan, kita justru memberi makan kepada tikus, dan memberi kesempatan kepada tikus untuk berkembang dengan cepat” tegasnya.

Selain menjaga kebersihan lingkungan, masyarakat juga diimbau menghindari kontak langsung dengan air yang berpotensi tercemar, terutama saat banjir atau genangan akibat pasang surut. “Gunakan alas kaki tertutup seperti sepatu bot jika terpaksa harus melewati genangan air,” tutupnya.

👁 2137 kali

Berita Terkait