(JAKARTA) -- Sebanyak 7,8 juta perokok dari mayarakat miskin yang lebih memilih membeli rokok dibandingkan memilih bahan makanan sehat dan bergizi.
Data Badan Pusat Statistitk (BPS) menunjukkan rokok merupakan pengeluaran kedua tertinggi setelah beras, sebesar 11,9 persen di perkotaan, dan 11,2 persen di pedesaan.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengemukakan hal tersebut pada pembukaan Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) ke-8 di Magelang, Jawa Tengah, Selasa - Kamis (30/5 - 1/6/2023).
Konferensi yang mengangkat tema We Need Food, Not Tobacco ini dimaksudkan untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang jatuh pada 31 Mei 2023.
Saat ini, jumlah perokok Indonesia menempati posisi ketiga dunia, setelah India dan Cina.
Lebih lanjut Budi menjelaskan jumlah perokok sudah lebih 65 juta orang. Banyaknya perokok ini tidak hanya berdampak kepada kesehatan masyarakat, namun juga menyebabkan perubahan ekonomi kesehatan di indonesia.
"Diperkirakan kerugian akibat rokok ini sebesar Rp 17,9 - 20 triliun," kata Budi.
Pemerintah, kata Budi, telah berupaya untuk menurunkan jumlah perokok dengan berbagai kebijakan. Di antaranya, edukasi, penguatan layanan berhenti merokok, implementasi kawasan tanpa rokok, pelarangan penjualan rokok batangan, pembatasan iklan, promosi, dan sponsorship rokok.
Menurut Budi, peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2023 yang mengusung tema 'Kami Butuh Makanan Pokok, Bukan Rokok' merupakan langkah tepat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya makanan sehat dan bergizi dibanding rokok.
“Saya menghimbau semua stakeholder daerah dan pusat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan seluruh masyarakat untuk berperan aktif mendukung pengendalian konsumsi rokok," harap Budi.
👁 3981 kali