Penyuluh Agama di Aceh Dibekali Strategi Komunikasi Penanggulangan KLB Polio Aceh

(Banda Aceh, 1/12) -- Penyuluh Agama Islam (PAI) di Aceh dan Penyuluh Informasi Publik (PIP) Aceh mengikuti webinar Penanggulangan Wabah Polio di Aceh, yang digelar Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, UNICEF, dan digerakkan oleh Kemkominfo RI, Jumat, 2 Desember 2022.

PAI Aceh dan PIP Aceh terlihat antusias mengikuti diskusi jarak jauh, yang menghadirkan tiga pemateri kompeten.

Staf Imunisasi UNICEF Aceh, dr Dita Ramadonna mengatakan virus polio menyebar melalui tinja, makanan, masuk dalam tubuh, menyerang otot-otot penasaran dan sistem darah, hingga menyebabkan lumpuh.

Ia menyebutkan kasus pertama polio ditemukan di Kabupaten Pidie, yang menyerang anak tujuh tahun. Awal masuk rumah sakit, ia hanya demam dan tak bisa jalan. Pihak medis awalnya tidak curiga itu polio. Setelah didalami lebih lanjut, ternyata ini virus polio.

“Alhamdulillah cepat ditemukan dan diatasi. Sehingga cacat lebih buruk bisa dihindari. Jadi sekarang anak ini sudah lumayan bisa berjalan. Jika tidak ditangani, bisa cacat permanen. Perlu diketahui, satu kasus polio ditemukan, diperkirakan bisa terinveksi 200 anak. Karena virus polio sangat mudah menyebar, sehingga dunia heboh atas kasus polio di Pidie” jelasnya.

Dita menegaskan, selain menyerang otot-otot pernapasan hingga saraf,
virus polio bisa menyebabkan cacat seumur hidup dan meninggal dunia.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Aceh, dr Iman Murahman mengatakan kasus pertama ditemukan di Kabupaten Pidie, Aceh. Pada Polio, jika ditemukan satu kasus, maka ini sudah termasuk kejadian luar biasa (KLB).

Menurut Iman, untuk masa tanggap darurat yang mesti dilakukan adalah imunisasi. Selanjutnya memang perlu kerja sama dengan lintas sektor, misalnya membuat jamban untuk meminimalisir buang air besar (BAB) sembarangan.

“Imunisasi anak saat ini adalah penanganan terbaik dan tercepat,” jelas dr Iman.

Ia menyebutkan pemerintah sudah menambah program imunisasi. Maka masyarakat diminta datangi posyandu untuk imunisasi. Harapannya, masyarakat, PAI, dan PIP mengikuti pekan imunisasi nasional yang akan dilaksanakan di Aceh, agar Aceh bebas polio pada 2026.

Sementara Spesialis Perubahan Perilaku UNICEF Indonesia, Risang Rimbatmaja mengatakan virus polio merupakan penyakit berbahaya, bukan hanya membuat anak demam, diare, atau dirawat. Tapi lebih dari itu, bisa cacat permanen. Jika tubuh anak tidak kebal, namun terkontaminasi dengan virus polio, maka dampaknya otot akan lemah dan lumpuh layu.

Ia mengatakan, Islam telah mengajarkan agar tidak meninggalkan generasi lemah, baik fisik dan ekonomi.

“Saya rasa para penyuluh cukup memahami anjuran ini,” tegasnya.

“Virus polio menular dari tinja, liur, dan makanan. Akan hidup di tubuh anak terinfeksi polio selama dua bulan,” jelas Risang.

Ia menegaskan, virus polio tidak bisa diobati meskipun dibawa ke rumah sakit yang dikenal punya ahli medis dan alatnya lengkap. Jadi kalau sudah tertular polio, hanya bisa dirawat seumur hidup.

Risang menyebutkan, pencegahan virus polio sangat mudah, dengan cara tetes vaksin untuk imun tubuh. Pencegahan penularannya juga dapat dilakukan dengan tidak BAB sembarangan dan rajin mencuci tangan menggunakan sabun.

Ia berharap PAI dan PIP menyampaikan informasi ini melalui lisan dan bahasa mudah dipahami masyarakat, sehingga informasi tersampaikan dengan baik.

“Mohon ajak imunisasi dan kabarkan pentingnya menjaga kesehatan,”ajaknya.

Subkoordinator Kemitraan Sosial Direktorat Tata Kelola dan Kemitraan Publik Kemkomnifo RI, Angki Kusuma Dewi ME mengatakan PIP adalah hasil kerja sama Kemkominfo RI dengan Kemenag RI, yang tugasnya menyampaikan informasi publik. Itu sebab, terkait isu virus polio di Aceh, pihaknya langsung menggerakan PIP Aceh untuk ikut diskusi pencegahan polio.

Per November 2022, jelas Angki, PIP telah mengedukasi masyarakat, baik secara tatap muka dan menyebarkan konten edukasi polio di media sosial.

“Walau saya bukan orang Aceh, tapi saya tetap peduli. Semalam, saya kontak semua pihak yang menangani Bimbingan Masyarakat (Bimas) di Kemenag RI. Ada lima agama saya hubungi. Hal ini saya lakukan supaya sama-sama bersatu mengedukasi masyarakat untuk mengurangi dampak polio. Jadi kegiatan ini sudah sepengatahuan Bimas lima agama di Jakarta, yang diteruskan ke Kanwil Kemenag Aceh,” ujar Angki.

Ia berharap PAI dan PIP jalan bersama mengedukasi masyarakat demi meminimalisir penyebaran polio dan tidak terkontaminasi dengan anak-anak.

Mencegah Polio Menjaga Generasi Bangsa dan Agama

Sementara itu seorang Penyuluh Agama Islam dari Kecamatan Darul Imarah, Tgk Furqan MA mengatakan menjaga anak-anak dari potensi cacat fisik menjadi suatu keharusan bagi orang tua dan pemerintah, agar pertumbuhan dan perkembangan anak maksimal.

“Anak generasi bangsa dan agama, yang harus dijaga fisik, perkembangan karakter, dan intelijensinya,” ujar Tgk Furqan di Kabupaten Aceh Besar, usai mengikuti webinar Penanggulangan Wabah Polio di Aceh, yang digelar UNICEF dan Dinas Kesehatan Aceh, Jumat, 2 Desember 2022.

Menurutnya, dalam Islam telah dipesan agar tidak meninggalkan generasi lemah ekonomi, fisik, dan sisi lainnya. Termasuk dalam enam tujuan syariat adalah menjaga diri atau jiwa. Artinya, menjaga keutuhan dan kesempurnaan fisik, supaya maksimal mengabdi pada Allah.

“Saya rasa pendakwah dan masyarakat memahami maqasid syariah,” tegas Penyuluh Agama Teladan Non PNS Kabupaten Aceh Besar 2022 ini.

Penyuluh Agama Islam Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Ustaz Edy Iswandy ZA mengatakan penyuluh agama adalah orang yang terlibat dengan masyarakat, bahkan mereka hadir dalam komunitas anak-anak seperti Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) dan komunitas lainnya. Tentu bekal yang diperoleh saat webinar bisa mendetekasi gejala-gejala virus polio.

“Minimal bisa berkomunikasi dengan orang tua santri, agar ikut imunisasi anak,” jelas Edy Iswandy ZA yang juga Direktur TPQ Hidayatul Ulum Lambaro Skep, Banda Aceh.

👁 969 kali

Berita Terkait